Sunday, August 26, 2007

Mengapa Menyeleweng? Mengapa Berselingkuh?

Mengapa Menyeleweng?

Sepanjang ada perkawinan, ada pula penyelewengan. Ketika orang jatuh cinta dan menikah atau menjalin hubungan dengan komitmen penuh, sebagian besar pasti menjanjikan cinta dan kesetiaan. Seperti tercermin dalam janji nikah, menurut agama atau kepercayaan apa pun. Begitu pula jika kita bertanya baik kepada pria maupun wanita, apa dasar utama hubungan bahagia, sebagian besar akan menjawab: kesetiaan.
Tentu saja, tidak semua orang memenuhi janji pernikahannya. Jutaan orang, meski berjanji untuk setia, ternyata melanggar sumpahnya. Kebanyakan orang yang mendustai pasangannya mengaku masih mencintai istri/suaminya. Dan jika pasangannya mengetahui perselingkuhannya, mereka akan bertanya-tanya, “Katanya masih cinta, koq berselingkuh?” Atau, “Kalau ia mencintaiku, tentunya ia tidak akan menyakiti hatiku seperti ini.”
Selingkuh, serong, seleweng, dusta atau pengkhianatan menggoyang pondasi perkawinan atau hubungan. Pengkhianatan ini menggerogoti kepercayaan kita kepada pasangan dan diri kita sendiri. Dalam pandangan banyak orang, yang pantas mengkhianati kita adalah musuh, bukan suami atau istri yang seharusnya mencintai dan memuja kita.
Perselingkuhan menyebabkan kerusakan besar dan gangguan pada perkawinan. Bagi sebagian orang, persoalan ini mungkin hanya muncul sekali seumur hidup, namun bagi sebagian lainnya, penyelewengan bagaikan candu yang tidak tertahankan.Mengapa begitu banyak pria dan wanita menyeleweng? Apa yang salah? Mengapa kehidupan nyata berbeda dari yang diharapkan oleh banyak pasangan? Mengapa meski risikonya besar, jumlah penyelewengan terus meningkat?
Dalam buku ini, saya mengkaji penyelewengan dari tiga sudut: suami, istri dan pihak ketiga. Ditelaah pula mengapa orang berselingkuh, dan pengaruhnya kepada orang-orang yang terlibat; bagaimana kerahasiaan perselingkuhan menggerogoti keintiman perkawinan, dan bagaimana kepercayaan pecah berantakan ketika perserongan ditemukan. Kita juga akan melihat perbedaan prioritas seseorang ketika melakukan pengkhianatan, dan bagaimana sifat-sifat yang dicari ketika menikah ternyata tercermin dalam perselingkuhan mereka. Buku ini bertujuan memberi sedikit wawasan mengapa perselingkuhan terjadi dan berusaha memberikan pedoman apa yang musti kita lakukan jika hal ini terjadi pada diri kita.

Lelaki: Lebih Banyak & Lebih Dini Menyeleweng
Tidak satu pun peneliti yang dapat menyajikan angka tepat berapa jumlah orang yang menyeleweng. Hal ini karena sifat penyelewengan tentu dilakukan secara rahasia. Para peneliti selalu menghadapi persoalan yang sama; responden yang sama sekali tak mau mengungkapkan faktanya, yang membesar-besarkan persoalan, dan yang berusaha mengecilkan atau malah meniadakan. Yang jelas, indikasinya sangat kuat kalau dari tahun ke tahun, jumlah penyeleweng terus bertambah; tidak hanya di kalangan pria, tetapi juga wanita, bahkan di antara pasangan homoseksual.
Diperkirakan sekitar 60 persen pria dan 40 persen wanita pernah berselingkuh. Pada 1953 Alfred Kinsey1 menemukan 26 persen wanita berserong. Sekitar tiga dekade kemudian, Shere Hite2 pada 1988 menyatakan bahwa 70 persen wanita yang umur perkawinannya lima tahun lebih, pernah berselingkuh. Tidak berbeda jauh dari jumlah pria peserong yang 75 persen. Menariknya, 79 persen wanita yakin kalau suaminya setia, bahkan jika dirinya sendiri tidak setia. Hal yang sama juga diyakini oleh kaum pria.
Bukan hanya jumlah penyeleweng yang meroket, tetapi juga mereka melakukannya lebih cepat dibandingkan pasangan dari generasi sebelumnya. Sebagaimana temuan Annette Lawson3, wanita yang menikah sebelum 1960, rata-rata baru menyeleweng setelah usia perkawinannya 14 tahun. Sedangkan kaum lelakinya menunggu 11 tahun baru berkhianat. Sedangkan wanita generasi 1970-an, baru empat tahun menikah sudah berselingkuh. Padahal, lelaki generasi ini menanti sedikit lebih lama, lima tahun.
Hasil penelitian ini tentu saja tidak dapat serta merta dijadikan simpulan untuk kondisi di tanah air, meski gaya hidup di Jakarta dan kota-kota besar lainnya sudah semakin mirip dengan kehidupan kota-kota tempat penelitian itu diadakan. Bahwa lebih banyak orang menyeleweng dan lebih dini melakukannya, kemungkinan besar memang terjadi; antara lain dapat disimpulkan dari kasus-kasus yang ditangani oleh lembaga kami, Pusat Krisis Wanita dan Anak-anak, serta dari perilaku sosial dan sikap moral yang berlaku sekarang.
Selain itu, penemuan Lawson juga perlu ditantang, khususnya mengenai wanita lebih awal berselingkuh. Karena nilai paternalistik masih kuat, sebaliknyalah yang terjadi, bukan hanya lebih banyak pria yang lebih dini menyeleweng, tetapi juga mengambil inisiatif. Lagi pula, wanita yang menyeleweng selalu dinilai dengan lebih tajam oleh masyarakat, sehingga mereka akan berfikir lebih panjang. Selain efek standar ganda ini, perempuan di tahun-tahun awal pernikahan seringkali terserap waktunya untuk mengurus dan merawat anak-anak sehingga peluang untuk berselingkuh juga lebih kecil. Sementara pada periode seperti itulah, lelaki lebih punya banyak kesempatan untuk menjalin hubungan dengan orang ketiga. Pasalnya, banyak istri yang baru aktif secara seksual setelah anak-anaknya melewati masa bayi.
Memiliki affair berarti berada dalam posisi untuk menemui seseorang yang menarik bagi kita. Kesempatan seperti itu sangat jarang apabila kita banyak mendekam di rumah bersama dengan bayi atau anak-anak. Wanita lebih mungkin memulai penyelewengan setelah anak-anak masuk sekolah, atau ketika kembali bekerja, atau baru memulai karir setelah lama menjadi ibu rumah tangga saja.

Apakah Penyelewengan Itu?
Penyelewengan terjadi bila dua orang terlibat hubungan seksual dan emosional dimana salah satu di antaranya sudah menikah atau menjalin hubungan dengan orang lain. Berselingkuh, dengan demikian, tidak hanya bisa dialami oleh pasangan yang sudah menikah, tetapi juga yang baru pacaran, bertunangan atau hidup bersama. Pengkhianatan ini bisa berlangsung sebentar, misalnya hubungan satu jam dengan pekerja seks komersial (PSK), tetapi juga bisa berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Begitu pula, yang disebut kontak seksual, bukan hanya persenggamaan, tetapi bisa cuma ciuman, cumbuan, petting, dengan atau tanpa orgasme.
Kadar perasaan yang terlibat dalam perselingkuhan sangat beragam. Boleh jadi pasangan yang berselingkuh sama sekali tidak pernah melakukan kontak seksual, namun baik wanita maupun prianya saling merasa tertarik secara emosional dan seksual, sehingga kemungkinan untuk melakukan kontak seksual selalu terbuka. Apabila bertemu dan berbicara, mereka sangat intim. Mereka berbagi pikiran dan perasaan yang biasanya hanya dibagi dengan pasangannya. Dan karena hubungan ini dinilai penting bagi keduanya, maka mereka melakukannya secara diam-diam, dirahasiakan dari suami/istrinya.

Kenikmatan dan Risiko
Perselingkuhan bisa sangat menggairahkan, menantang dan romantis. Anda merasa sedang berada di puncak dunia, menari di udara. Tetapi penyelewengan juga bisa menarik kita menuju jurang kesedihan. Bagaimana perasaan yang kita alami sangat bergantung pada sifat keterlibatan kita di dalam dusta ini: apakah kita yang terlibat khianat ataukah pasangan kita; apakah periode affairnya baru saja dimulai ataukah sudah larut; apakah kita masih mencintai selewengan atau ia sudah mau mencampakkan kita. Atau mungkin ia sudah lama menjanjikan akan menceraikan istrinya tetapi tak juga dilaksanakan. Apa pun posisi kita, kita terikat oleh perasaan tertentu. Yang jelas, perselingkuhan bukan hanya menyenangkan tetapi juga sekaligus kegiatan yang sangat berbahaya. Dan bagi sebagian orang, bahaya itulah yang membuat dirinya bergairah.
Penyelewengan bisa saja mengalirkan adrenalin, tapi juga dapat mengandaskan hubungan, menenggelamkan perkawinan, bahkan mendorong orang ke ujung kesedihan sehingga mencoba bunuh diri. Perselingkuhan bagaikan rulet Rusia yang membuat kita tak tahu kapan pelurunya akan menembus kepala kita.
Anda pikir bisa melakukan sebuah perselingkuhan sempurna yang tidak akan seorang pun mengetahuinya. Bisa saja Anda mengontrol perilaku sendiri, tetapi tidak ada jalan untuk memastikan perilaku pasangan Anda. Betapun hati-hatinya Anda, belum tentu rahasia akan terus tersimpan rapi. Lihat saja betapa banyak politisi tingkat tinggi yang menempuh segala risiko untuk mempercayai pasangannya ternyata harus berakhir di mulut wanita itu yang membongkar aibnya kepada umum.
Meskipun penyelewengan Anda masih belum terbongkar, atau Anda merasakannya makin memperkaya perkawinan Anda, namun orang sering menipu diri sendiri mengenai betapa kuat perselingkuhan ini mempengaruhi perkawinannya. Menipu nuraninya sendiri. Perserongan yang belum terbongkar akan mengubah tingkat keintiman. Dalam perkawinan orang pasti mengharapkan keterbukaan dan kejujuran. Karena affair bersifat rahasia, maka pihak-pihak yang terlibat pastilah berbohong dan menipu istri/suaminya. Sang pendusta ini bukanlah orang yang sama lagi. Jadi, tak peduli apakah Anda adalah orang yang terlibat penyelewengan, atau pihak yang dikhianati, atau pihak yang masih menyembunyikan rahasia, hubungan perkawinan telah berubah.
Sampai sekarang banyak lelaki beranggapan bahwa sah saja bagi mereka berlaku buruk asal tidak tertangkap basah. Tak peduli apakah Anda menyeleweng dengan hati atau cuma melampiaskan nafsu semalam, semuanya adalah perbuatan yang tidak bisa diterima oleh perempuan. Sudut pandang mayoritas lelaki ini sangat dipengaruhi oleh sikap sosial yang sudah dianut berabad-abad. Sampai sekarang orang tetap menghukum wanita yang berserong jauh lebih keras daripada kepada lelaki yang ketahuan menyeleweng.

Mengapa Berselingkuh?
Apakah tutup mata lebih baik daripada menemukan kebenaran? Apakah lebih baik mengaku atau tutup mulut? Mengapa banyak orang mempertaruhkan begitu banyak hanya untuk suatu kesenangan biologis atau emosional sesaat? Apa saja yang membuat perkawinan rentan perselingkuhan? Mengapa orang yang sudah ketahuan masih mengulang-ulang penyelewengannya? Apa dampak penyelewengan pada perkawinan, khususnya kepada anak-anak? Semua pertanyaan tersebut akan terjawab dalam bab-bab berikut ini. Juga akan dikaji mengapa pria dan wanita memiliki harapan dan prioritas yang berbeda. Daftar prioritas lelaki jika terlibat penyelewengan adalah:
- suasana baru pengalaman seks
- percaya terhadap citra kejantanan
- tak mampu menahan godaan
- kenikmatan bertualang
- beranggapan tidak akan ketahuan dan tidak berbahaya
- jatuh cinta
Sementara prioritas perempuan nyaris kebalikannya. Mereka terlibat perselingkuhan karena:
- jatuh cinta
- perkawinan tidak beres
- mencari keintiman hubungan dekat
- ingin romansa kembali ke dalam kehidupannya
- menginginkan seks yang menyenangkan
Tak diragukan lagi kalau affair memang menggiurkan tetapi juga melahirkan banyak luka dan merusak. Tetapi juga perlu diingat bahwa meskipun penyelewengan itu menyakitkan, namun perkawinan Anda masih dapat diselamatkan.

Kisah Nyata Para Peselingkuh

Kisah Para Wanita Idaman (Lain)


Semua orang tahu kalau salah. Salah besar kalau kita tidur dengan suami wanita lain. Lalu bagaimana dengan saudara-saudara perempuan kita yang berada di kawasan “lampu merah”?
Ini adalah kisah mengenai Wanita Idaman Lain (WIL). Mungkin anda sudah punya bayangan seperti apa dirinya. Mungkin wajahnya seperti anda juga, pekerja kantoran. Ia melambaikan tangannya di depan wajah Anda sambil berkata bahwa ia tidak peduli kalau lelaki yang ditidurinya adalah suami Anda. Yang penting, ia merasa nyaman. Atau anda membayangkan ia seperti di dalam film-film atau novelnya Motinggo Boesye: perempuan gemerlap dengan anak-anak muda di sekitarnya. Atau gadis yang tiada bedanya dengan mahasiswi lainnya, suka ke pesta dan berbelanja, tetapi selalu siap menunggu “ayah asuh”nya. Tak peduli seperti apa bayangan Anda, kalau umurnya antara 20-40, penampilan para wanita idaman lain ini sesungguhnya tidak berbeda dari Anda sendiri. Seperti kebanyakan wanita.
Malam ini, tak ada bedanya dengan akhir pekan para perempuan lainnya – makan malam dan berbagi cerita rahasia. Semua orang yang berkumpul di kafe ini masih muda dan cantik, terdidik dan bekerja. Salah satunya bernama Sita (29), seorang produser acara teve yang telah tiga tahun menjalin hubungan serius dengan seorang pengurus asosiasi pengusaha yang telah beristri. Di sebelah kanan Sita adalah Rani (26), seorang aktivis yang berkaitan dengan pendidikan anak-anak. Enam bulan lalu ketika kami makan siang, Rani bertemu pria yang menurut saya biasa saja, namun menurutnya sangat tampan dan harus dimilikinya – bahkan kalau ia sudah kawin. Maria, (24), seorang mahasiswi pasca sarjana yang selalu kami anggap adik bungsu. Ia mengaku setia dengan pacarnya sejak SMA, yang sering membuatnya kesal, meski beberapa bulan sekali mereka tidur bersama. Dan Maria sampai kini masih melakukannya, bersama pacarnya yang kini telah menikah. Lalu saya sendiri, seorang redaktur sebuah majalah, sahabat, kakak kepercayaan mereka semua. Bertahun-tahun lalu saya menangkap basah pacar saya berdusta, mendua dengan wanita lain. Saya segera memutuskannya. Saya tak mau terlibat dengan pria macam begitu.
Sungguh menakutkan, betapa affair dengan mudah terjadi di sekitar kita. Tanpa perencanaan, tanpa sengaja, seorang wanita tiba-tiba bisa saja terlibat di dalamnya. Memang ada perempuan yang sepanjang hidupnya berkarir di jalur perselingkuhan ini. Lalu ada juga wanita yang sangat kesepian dan merasa tak aman sehingga merasa layak menerima pria mana saja yang ‘ditinggal’ istrinya. Seperti yang dikatakan Sita, “Tiga minggu sekali kami bertemu. Aku selalu menantikan hari pertemuan kami. Ia begitu terbuka, dengan senang mengakomodasi diriku.”
Akan tetapi, bagi banyak wanita, transgresi ini hanyalah satu tahap – tahap yang kadang-kadang menuju periode patah hati, perselisihan, dan penistaan yang tak terperi. “Tetapi itu tidak akan terjadi pada diriku,” hampir semuanya berkata begini sebagai pembenaran. Bahkan bagi sebagian wanita muda, ini adalah suatu perjalanan menuju cinta sejati dan keluarga. Sebuah affair mereka anggap seperti perhentian sementara yang melegakan. Tidak perlu ada tekanan mengenai komitmen, tanggung jawab, atau bahkan cinta. Pria selingkuhan mereka itu sekadar seseorang yang enak diajak bermain-main, di mana para perempuan ini tak perlu memikirkan si lelaki terlalu serius sehingga masih bisa terus memikirkan karir dan diri mereka sendiri. “Bagaimana pun juga, aku masih seorang gadis, masih lajang, bukan istri,” sahut Rani.
Boleh dikata para perempuan ini berada dalam suatu tahap perkembangan tertentu dimana mereka sesungguhnya sama sekali tidak siap untuk sebuah hubungan serius sepenuhnya. Mungkin kalau mereka sudah berumur sekitar 30-an dan memutuskan ingin punya anak, mereka akan mencari seorang lelaki yang juga siap untuk diajak berkeluarga.
Selama bertahun-tahun, Sita tidak keberatan dengan seks bebas – salah satu ‘dampak samping’ perselingkuhan. Ia menyukai hubungan yang lepas, tanpa komitmen, di antara waktu senggangnya. “Pria hanyalah seseorang yang menemani kita di waktu luang,” tegas Sita. “Sungguh, kalau kamu sesibuk aku, kamu akan membutuhkan seseorang yang bisa diajak beristirahat, orang yang menemani kita makan malam, nonton bioskop, tanpa kita harus peduli di mana ia melempar kaos kakinya dan segala urusan rumah tangga lainnya. Meskipun Sita juga punya agenda untuk menemukan lelakiyang bisa dimilikinya sendiri, namun ia juga mengaku sudah terbiasa dengan lelaki milik perempuan lain.
Sebagian perempuan yang terlibat perserongan menyatakan bahwa tidak cukup banyak pria baik untuk dikawini. Namun, apakah kelangkaan pria baik-baik ataukah banjir hormon yang membuat para wanita muda ini begitu panas?
Boleh jadi ini adalah cerminan perubahan sikap perempuan dalam memandang diri mereka dan dunianya. Kini mereka begitu percaya diri. Dengar saja, lagu-lagu yang dinyanyikan para gadis sekarang, syairnya penuh keyakinan diri, termasuk dalam urusan cinta. Mereka tak lagi cengeng. Jika memang harus berebut, bertempur pun mereka jalani, demi cinta atau pria yang mereka percayai sebagai miliknya, sebagai takdirnya.
Di sekitar meja kami ada beragam makanan, pasta, kentang penyet, dan cumi kering goreng. Saya memandang Maria dan bertanya, “Aku dengar kau merengeki pacarmu, seperti tidak ada pria lain saja.” Dan tanpa malu ia mengakui, “aku sangat bahagia bila mendengar suami wanita lain memanggil namaku. Aku pikir, dia tidak akan kembali lagi kepadaku kalau aku tidak cukup baik baginya.”
Sementara Rani menyatakan kalau ada sesuatu yang menentramkan bersama dengan suami orang lain. Kamu tak pernah bingung apa sedang dilakukannya, karena kita tahu pasti apa yang dilakukannya kalau tak bersama kita, pastilah dengan istrinya sendiri. Kita tak pernah kecewa kepadanya karena kita memang tidak berharap apa-apa dari suami orang lain ini. Dan kita tidak akan terbawa masuk ke dalam konflik emosional yang kita tidak siap. Biasanya, aku akan menemui pria kalau aku menginginkan semacam fantasi tak terikat. Aku bisa berpura-pura kami sedang memiliki satu sama lain, lalu aku pulang dengan tenang. Aku tidak akan berharap apa pun, sehingga aku tidak sakit hati sama sekali.”
Sita mengangguk penuh rasa simpati, tersenyum dan menyahut, “Aku menyukai seks – bertemu di tempat-tempat rahasia atau ke rumahnya ketika istrinya pergi. Lagi pula, aku tahu aku akan memperoleh kepuasan kapan pun aku mau. Tak ada ikatan sama sekali. Kami berteman baik dan kami merasakan seks yang indah.”
Gaya kelompok ini menjelaskan situasi mereka – kebebasan, kegembiraan dan keamanan perasaan – terdengar seperti fantasi. Dan banyak pakar menggarisbawahinya. Para wanita ini tidak hanya membodohi diri sendiri, tetapi perilaku mereka pada akhirnya juga menghantui mereka.
Mereka melakukan penyangkalan yang sangat besar. Mereka menyangkal kebutuhan dan perasaan mereka sendiri. Mereka mengatakan kalau, “Ia akan di sisiku jika aku memanggilnya,” padahal tidak ada perempuan berselingkuh yang bisa mengendalikan hubungan mereka. Mereka juga menyatakan kalau mereka menunggu sampai saatnya tiba. Namun ketika waktunya datang, yang hadir hanyalah rasa kebencian, kemarahan, kesepian dan depresi. Itulah realitanya.
Apabila anda yakin dengan hukum Karma, dengan terlibat dalam suatu hubungan bersama suami wanita lain, kita menimbulkan energi pengkhianatan dan dusta. Energi ini akan kembali pada sumbernya. Itu berarti suatu hari nanti Anda juga akan dikhianati dan didustai. Anda akan sakit hati. Ini hukum yang tak bisa dibalik.
Akan tetapi kemungkinan-kemungkinan karma ini tidak terlintas di dalam pikiran wanita-wanita di depanku. “Pernahkah kalian berfikir kalau tindakan kalian salah?” tanya saya. “Apa yang kau maksud dengan salah?” Sita balik bertanya. Dan yang lain terbahak-bahak, mungkin untuk menghindari perbincangan yang menyakitkan ini.
Kemudian mereka mulai bicara soal bagaimana mereka menimbang pro-kontra, tentang bagaimana mereka musti melepaskan diri dari wanita lain, tentang bagaimana mereka merasa bersalah, dan tentang seharusnya mereka tidak melakukannya. Kemudian saya berkata, “Kadang-kadang kupikir alasan mengapa aku tetap melajang adalah sebagai hukuman atas hal-hal buruk yang kulakukan pada masa lalu.”
Rani menolak kalau ini adalah situasi hukuman. Tetapi ia mengakui kalau semua ini begitu menistakan, memalukan. Seperti terakhir kali ia bertemu dengan ‘kekasih’nya. Setelah berjam-jam mempersiapkan diri – mandi khusus, merawat kuku, memilih baju istimewa, menyemprotkan parfum merangsang, memilih restoran mewah – ternyata cuma dihampiri sejenak sekadar untuk mengatakan bahwa anak lelakinya ingin ditemani main dan ia sudah terlanjur berjanji kepada istrinya, dan ia memanggilkan taksi untuk membawa Rani pulang kembali ke apartemennya. “Perjalanan pulang saat itu terasa sangat lama, karena aku tahu kalau ia berbohong.”
Para gadis ini menghabiskan minuman mereka sambil bicara soal pengalaman buruk mereka berselingkuh. Seperti kisah Sita kalau ia musti menelpon rumah ‘pasangannya’ dan jika yang menerima adalah istrinya, ia harus berpura-pura. “Aku harus mengubah suaraku, dan berkata, ‘Hai, Endra ada? Yah, tolong beritahu kalau Gina menelpon,’ atau ‘Bisakah kau beritahu dia kalau Intan tak bisa makan malam bersamanya’ atau ‘tolong sampaikan kalau penerbangan Dewi dibatalkan.’” Sita melanjutkan, “Aku senewen setiap kali mendengar suara istrinya, karena seakan statusku begitu rendah dan hina sampai harus sembunyi-sembunyi.”
Maria yang malang malah terobsesi dengan ‘pacar’nya sehingga suatu malam ia musti begadang di dalam mobilnya untuk mengetahui rumah kekasih gelapnya. Ia musti keliling kompleks perumahan dan akhirnya dihentikan dan ditanyai satpam.
Semua menceritakan kisah-kisah lara. Dan pelan-pelan muncullah fokus: bukan kerinduan atau penistaan ini yang membuat para wanita ini terpojok dan akhirnya bertahan. Tetapi kadang-kadang rasa bersalah merayap dan mendesak kerongkongan mereka.
Tak berapa lama yang lalu, Rani mengacaukan hubungan temannya sendiri yang telah bertunangan dan hendak menikah. Pria itu bercerita kalau calon istrinya memutuskan untuk selibat sampai upacara pernikahan. Rani jatuh kasihan dan beberapa kali berhubungan badan dengan pria itu. “Namun setelah itu aku merasa tak menyukai diriku sendiri. Bukankah seharusnya aku tetap menjadi temannya dan membesarkan hatinya supaya terus mempertahankan hubungan dengan tunangannya itu? Beberapa bulan setelah itu aku mulai sadar bahwa aku musti memperbaiki pertimbangan moralku.”
Sita merasa begitu bersalah atas apa yang terjadi empat tahun lalu. Ia menatap piringnya dan berkata, “Sejak kecil aku memuja wanita ini. Wanita ini sangat mencintai suaminya. Tetapi aku dan suaminya malah melakukan sesuatu yang kekanak-kanakan. Kami berfantasi seandainya saja kami lebih dulu bertemu daripada dengan istrinya, maka kini kami adalah pasangan serasi, karena kami merasa pasangan yang telah ditakdirkan.” Kenyataannya? Sita sampai sekarang sangat menyesali kebodohannya itu dan bertanya-tanya bagaimana mungkin ia bisa melakukan hal seperti itu.
“Yang kumaksud bukanlah tidur dengan suami orang. Melainkan tingkahku yang tidak menghargai diri sendiri.” Kemudian ia tertawa, “Itulah yang terburuk. Aku begitu membutuhkan kasih sayang sehingga aku mati-matian memperolehnya dari suami orang.”
Selama beberapa detik kebisuan melanda, sampai saya sendiri berkata, “Aku juga pernah berdusta. Kita tidak tahu rasanya sampai kita mengalaminya. Ketika aku bertanya kepadanya mengapa ia berselingkuh, ia menjawab, ‘pantatnya kan besar sekali dan...ah kamu kan tahu.’ Sepertinya ia mengandaikan kalau aku memahaminya. Lalu semua rasa tak aman bermunculan. Aku merasa begitu buruk. Aku lalu menutup diri. Tapi kemudian aku berfikir, kalau aku menyukai pria ini mungkin hanya bertahan beberapa bulan, kemudian apa yang akan kurasakan kalau ia adalah belahan jiwaku? Karena itu aku memutuskan untuk tidak mau melukai wanita yang merasa pria ini adalah belahan jiwanya: istrinya. Nah sekarang seperti kalian semua tahu, aku sudah dua tahun tidak berpacaran.” Dan semua tertawa.
Banyak hal yang membuat wanita menghentikan perselingkuhannya. Yang jelas, penghentian itu terasa sangat menyakitkan. Kadang-kadang secara mendadak, seperti menemukan pencerahan. Tetapi ada juga yang berjalan pelahan-lahan. Seringkali, terutama bagi wanita umur 20-an, hubungan-hubungan segitiga itu berhenti seiring dengan tumbuhnya kematangan mereka. Semakin dewasa, perempuan makin serius dalam memilih pasangan hidup. Dan dalam menemukan orang yang memungkinkan mereka menguji kemampuannya untuk mencintai sepenuh mungkin.
Pramusaji datang membawa bon. Kami hampir empat jam berada di kafe ini, saling bertutur dan membuat pengakuan. Empat wanita yang memiliki kesamaan dan tetap tak punya konsensus kami musti menuju ke mana. Sita tetap merasa dirinya elok dan akan bertemu ‘lelaki’nya akhir pekan depan. Rani mengeluh tak tahu harus berbuat apa. Sementara Maria bersumpah (sekali lagi) kalau akan mengakhiri hubungannya, dan kami semua ingin bisa mempercayainya. Saya menegaskan dalam diri sendiri bahwa saya tidak akan terlibat dengan lelaki yang telah punya pacar, apalagi istri. Bukan hanya karena pertimbangan moral, tetapi juga tak rela menghabiskan energi perasaan dengan prianya orang lain. Punya affair berarti kita terus menerus menginjak rem – untuk tidak jatuh cinta, bahkan jika itulah perasaan yang sedang kita rasakan. Juga untuk tidak marah, walau kita sedang disakiti. Sungguh beban yang terlalu berat.
Seorang lelaki yang terlibat perselingkuhan tidak akan mengemukakan apa-apa kepada kekasih gelapnya. Apalagi soal kemampuannya mempertahankan dan memperdalam rasa cintanya. Maka, jika Anda adalah bagian dari sebuah segitiga cinta, periksalah apakah hubungan ini nyata dan bertahan lama. DB