Tuesday, August 28, 2012

Seks pun Perlu Tujuan dan Pengetahuan

Seks pun Perlu Tujuan dan Pengetahuan


Anda tahu bahwa di bagian bawah sana, Anda mempunyai sebuah karunia Tuhan berupa bagian tubuh yang kemudian kita sebut sebagai alat kelamin. Ada yang menyebutnya “alat vital” karena memang penting dan memang sarana kehidupan. Untuk menikmati hidup, bertahan hidup dan meneruskan kehidupan manusia. “Perempuan mempunyai vagina dan lelaki memiliki penis,” begitulah teriak berulang-ulang seorang bocah anak dokter kandungan dalam film komedi Kindergaten Cop yang dibintangi Arnold Schwarzenegger. Akan tetapi, mengapa ada bagian tubuh yang bentuknya begitu khas, yang berbeda antara wanita dan pria, yang ternyata bisa saling melengkapi seakan bagian dari potongan puzzle yang baru utuh kalau disatukan? Mengapa, tidak seperti bagian tubuh lainnya – tangan, kaki, kepala – yang mirip antara lelaki dan perempuan?
Tentu saja, buku ini sama sekali tidak mengajak Anda untuk berpusing-pusing
memikirkan filsafat fisiologi. Tetapi dari pertanyaan soal bentuk alat kelamin kita sendiri itu, kita sadar bahwa bagian tubuh itu ada karena punya fungsi tertentu. Segala sesuatu yang memiliki fungsi, tentu untuk mencapai tujuan tertentu. Ringkasnya, hubungan seks pun memiliki tujuan.

Prokreasi dan Rekreasi
Menggunakan alat kelamin, Anda tentu jago dan lihai. Mungkin sudah ribuan kali ia dimanfaatkan. Entah bersama dengan alat vital yang lain atau dengan peralatan lain yang dibuat oleh pabrik, atau malah dengan alat alamiah lainnya yang berada di tubuh kita juga. Dalam frekuensi penggunaan yang cukup tinggi itu, seberapa banyak ia berhasil mencapai tujuan Anda?
Atau, jangan-jangan, Anda malah belum memiliki tujuan dalam melakukan hubungan percintaan dengan pasangan? Jangan-jangan, persatuan tubuh Anda dan pasangan hanyalah bagian dari ritual yang dijalani karena telah diikat oleh lembaga perkawinan atau komitmen hubungan tertentu? Atau cuma meneruskan gelegak dorongan naluriah alias instink seksual?
Tujuannya “untuk melanjutkan keturunan.” Begitulah jawaban para orangtua kepada anaknya. Kalau begitu, dari ribuan kali percintaan yang mereka lakukan, berapa kali sebenarnya yang sejak awal memang diniatkan untuk melanjutkan keturunan? Berapa kali yang sebenarnya cuma meneruskan gairah dan nafsu yang terlanjur membumbung? Kalau keturunan
alias anak sudah punya, lalu mengapa mereka terus mengadakan persetubuhan? Apakah persenyawaan badaniah ini termasuk bertujuan prokreasi?
Atau jangan-jangan memang hanya rekreasi? Memangnya salah kalau tujuannya rekreasi? Rasanya tidak masuk akal kalau tujuan rekreasi dianggap salah, sementara di tubuh kita banyak sekali alat yang fungsinya mengarah pada rekreasi seperti ujung-ujung syaraf
yang menumpuk di kepala alat vital lelaki misalnya. Toh, rekreasi hanyalah usaha untuk mencipta kembali: diri kita sendiri. Bukankah setelah usai hubungan seks yang ekstatik dan nyaman, kita merasa seperti menemukan jati diri kita kembali?
Begitulah, buku ini memang mengajak kepada kita semua untuk tidak malu untuk merasa nyaman dalam berhubungan seksual. Kita harus merasa nyaman dengan diri sendiri, pada pasangan kita dan pada hubungan dengan pasangan. Bagaimana kita merasakan kesejahteraan batiniah seperti itu, kalau kita tidak mulai dengan mengenal dan memahami tubuh dan seksualitas kita sendiri.
Buku ini, boleh dikata, bagaikan anak haram yang kemudian ternyata lebih dicintai. Bagaimana tidak. Setelah buku pertama saya, “Antara Cinta, Seks dan Dusta: Memahami Perselingkuhan” terbit, saya segera menyiapkan buku berikutnya mengenai cara-cara menyelamatkan perkawinan setelah diguncang gempa penyelewengan. Akan tetapi, dari para pembaca dan klien, saya memperoleh banyak masukan. Cukup banyak persoalan perkawinan yang berawal dari problem seksual, misalnya kurangnya pengetahuan soal fisiologi selaput dara yang berimbas pada konsep soal keperawanan. Bahkan, tidak sedikit pula yang kehidupan seksualnya selama ini seakan-akan berada di ruang kedap suara yang sempit dan pengap. Apabila dirunut lebih jauh lagi, kebanyakan problem seksual itu muncul karena pengetahuan seksual yang tidak memadai. Kalau kita mau jujur, bahkan untuk mengenal alat kelamin kita sendiri saja masih banyak penge tahuan kita yang tidak lengkap, sepotong-potong, bahkan keliru.

Pendidikan Seks
Seksualitas adalah bagian integral dari kepribadian seseorang. Seksualitas bukan cuma penis dan vagina belaka. Kepribadian yang utuh dan terbuka, tentunya memiliki seksualitas dan menjalankan perilaku seksual di dalam hubungan seksual yang terbuka pula. Itu berarti kita perlu membersihkan pikiran dari segala macam mitos dan kekeliruan. Keterbukaan di dalam buku ini merupakan usaha untuk memberikan informasi yang akurat sehingga dapat membantu kita semua mengembangkan pola perilaku seksual yang sehat, meningkatkan kebahagiaan dan membantu mencapai tataran kesejahteraan yang lebih tinggi.
Sayangnya, seks, masih dianggap tabu dalam masyarakat ortodoks. Dengan penuh tekanan, pertanyaan-pertanyaan alamiah mengenai bagian intim dan integral kehidupan kita itu dibasmi habis. Nyaris tak ada seorang remaja pun berani bertanya kepada orangtuanya. Orangtua bersyukur kalau anak mereka tidak bertanya, tetapi sambil terus ketakutan kalau remaja mereka ini tiba-tiba saja sudah menghamili atau dihamili remaja lain.
Sementara di sisi lain, ada media-media yang sengaja menumbuhkembangkan
perilaku seksual menyimpang. Masyarakat dibikin tergila-gila pada berita-berita soal pemerkosaan dan perundungan seksual. Kepala-kepala berita sengaja dibuat untuk membuat pembaca merasa terangsang dengan perbuatan menyimpang itu.
Sikap munafik ini membuat rasa ingin tahu yang alamiah terus tak terpuaskan dan menyuburkan mitos-mitos yang keliru. Secara tak langsung, pola ini juga menguatkan sikap mengabaikan kepentingan pihak-pihak lain dalam hubungan seksual dan perkawinan. Dari generasi ke generasi sikap ini diwariskan, seperti penyakit sosial yang tidak rasional.
Padahal, secara tradisional, kita memiliki kearifan seksual. Coba tengok kembali khasanah sastra lama, dan beberapa candi kuno yang menunjukkan bahwa seksualitas adalah bagian alamiah dari kehidupan kita. Buku ini, dengan demikian, dapat dilihat sebagai bagian dari upaya pendidikan (kembali) seks. DB

Dr. Dono Baswardono, Psych, Graph, AISEC, MA, Ph.D – Sexologist, Pschoanalyst, Graphologist, Marriage & Family Therapist.
Untuk konsultasi, hubungi di 087881705466 atau pin 2849C490. :)

Perkawinan Dini Berisiko Terkena Kanker Rahim

Perkawinan Dini Berisiko Terkena Kanker Rahim


Perempuan yang menikah di bawah usia 20 tahun berisiko terkena kanker leher rahim. Pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang. Kalau terpapar human papilloma virus atau HPV, pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker.
Di leher rahim ada dua lapis epitel, epitel skuamosa dan epitel kolumner. Pada sambungan kedua epitel terjadi pertumbuhan yang aktif, terutama pada usia muda. Epitel kolumner akan berubah menjadi epitel skuamosa. Perubahannya disebut metaplasia. Kalau ada HPV menempel, perubahan menyimpang menjadi displasia yang merupakan awal dari kanker. Pada usia lebih tua, di atas 20 tahun, sel-sel sudah matang, sehingga risiko makin kecil.
Kanker leher rahim menduduki peringkat pertama kanker yang menyerang perempuan di Indonesia. Angka kejadiannya saat ini 23 persen di antara kanker lain.

Faktor risiko kanker leher rahim selain perkawinan dini adalah banyak melahirkan, merokok, dan berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seks. Gejala awal yang perlu diwaspadai, keputihan yang berbau, gatal, serta perdarahan setelah sanggama.
Jika diketahui pada stadium sangat dini atau prakanker, kanker leher rahim bisa diatasi secara total. Untuk itu, perempuan yang aktif secara seksual dianjurkan melakukan tes Pap 2-3 tahun sekali. Tes ini murah dan mudah, bahkan bisa didapatkan di puskesmas dan praktik bidan.
Ada vaksin yang mampu melindungi perempuan terhadap empat tipe HPV, yaitu HPV 6 dan HPV 11 yang menimbulkan kutil/tumor jinak pada alat kelamin serta HPV 16 dan HPV 18 yang bisa menimbulkan kanker pada leher rahim dan vagina. Sayangnya, vaksin itu, quadrivalent HPV vaccine, masih relatif mahal, 100 dollar AS per vaksin. Padahal harus diberikan tiga kali ulangan, bulan ke-0, ke-2, dan ke-6. DB