Sunday, August 26, 2007

Mengapa Menyeleweng? Mengapa Berselingkuh?

Mengapa Menyeleweng?

Sepanjang ada perkawinan, ada pula penyelewengan. Ketika orang jatuh cinta dan menikah atau menjalin hubungan dengan komitmen penuh, sebagian besar pasti menjanjikan cinta dan kesetiaan. Seperti tercermin dalam janji nikah, menurut agama atau kepercayaan apa pun. Begitu pula jika kita bertanya baik kepada pria maupun wanita, apa dasar utama hubungan bahagia, sebagian besar akan menjawab: kesetiaan.
Tentu saja, tidak semua orang memenuhi janji pernikahannya. Jutaan orang, meski berjanji untuk setia, ternyata melanggar sumpahnya. Kebanyakan orang yang mendustai pasangannya mengaku masih mencintai istri/suaminya. Dan jika pasangannya mengetahui perselingkuhannya, mereka akan bertanya-tanya, “Katanya masih cinta, koq berselingkuh?” Atau, “Kalau ia mencintaiku, tentunya ia tidak akan menyakiti hatiku seperti ini.”
Selingkuh, serong, seleweng, dusta atau pengkhianatan menggoyang pondasi perkawinan atau hubungan. Pengkhianatan ini menggerogoti kepercayaan kita kepada pasangan dan diri kita sendiri. Dalam pandangan banyak orang, yang pantas mengkhianati kita adalah musuh, bukan suami atau istri yang seharusnya mencintai dan memuja kita.
Perselingkuhan menyebabkan kerusakan besar dan gangguan pada perkawinan. Bagi sebagian orang, persoalan ini mungkin hanya muncul sekali seumur hidup, namun bagi sebagian lainnya, penyelewengan bagaikan candu yang tidak tertahankan.Mengapa begitu banyak pria dan wanita menyeleweng? Apa yang salah? Mengapa kehidupan nyata berbeda dari yang diharapkan oleh banyak pasangan? Mengapa meski risikonya besar, jumlah penyelewengan terus meningkat?
Dalam buku ini, saya mengkaji penyelewengan dari tiga sudut: suami, istri dan pihak ketiga. Ditelaah pula mengapa orang berselingkuh, dan pengaruhnya kepada orang-orang yang terlibat; bagaimana kerahasiaan perselingkuhan menggerogoti keintiman perkawinan, dan bagaimana kepercayaan pecah berantakan ketika perserongan ditemukan. Kita juga akan melihat perbedaan prioritas seseorang ketika melakukan pengkhianatan, dan bagaimana sifat-sifat yang dicari ketika menikah ternyata tercermin dalam perselingkuhan mereka. Buku ini bertujuan memberi sedikit wawasan mengapa perselingkuhan terjadi dan berusaha memberikan pedoman apa yang musti kita lakukan jika hal ini terjadi pada diri kita.

Lelaki: Lebih Banyak & Lebih Dini Menyeleweng
Tidak satu pun peneliti yang dapat menyajikan angka tepat berapa jumlah orang yang menyeleweng. Hal ini karena sifat penyelewengan tentu dilakukan secara rahasia. Para peneliti selalu menghadapi persoalan yang sama; responden yang sama sekali tak mau mengungkapkan faktanya, yang membesar-besarkan persoalan, dan yang berusaha mengecilkan atau malah meniadakan. Yang jelas, indikasinya sangat kuat kalau dari tahun ke tahun, jumlah penyeleweng terus bertambah; tidak hanya di kalangan pria, tetapi juga wanita, bahkan di antara pasangan homoseksual.
Diperkirakan sekitar 60 persen pria dan 40 persen wanita pernah berselingkuh. Pada 1953 Alfred Kinsey1 menemukan 26 persen wanita berserong. Sekitar tiga dekade kemudian, Shere Hite2 pada 1988 menyatakan bahwa 70 persen wanita yang umur perkawinannya lima tahun lebih, pernah berselingkuh. Tidak berbeda jauh dari jumlah pria peserong yang 75 persen. Menariknya, 79 persen wanita yakin kalau suaminya setia, bahkan jika dirinya sendiri tidak setia. Hal yang sama juga diyakini oleh kaum pria.
Bukan hanya jumlah penyeleweng yang meroket, tetapi juga mereka melakukannya lebih cepat dibandingkan pasangan dari generasi sebelumnya. Sebagaimana temuan Annette Lawson3, wanita yang menikah sebelum 1960, rata-rata baru menyeleweng setelah usia perkawinannya 14 tahun. Sedangkan kaum lelakinya menunggu 11 tahun baru berkhianat. Sedangkan wanita generasi 1970-an, baru empat tahun menikah sudah berselingkuh. Padahal, lelaki generasi ini menanti sedikit lebih lama, lima tahun.
Hasil penelitian ini tentu saja tidak dapat serta merta dijadikan simpulan untuk kondisi di tanah air, meski gaya hidup di Jakarta dan kota-kota besar lainnya sudah semakin mirip dengan kehidupan kota-kota tempat penelitian itu diadakan. Bahwa lebih banyak orang menyeleweng dan lebih dini melakukannya, kemungkinan besar memang terjadi; antara lain dapat disimpulkan dari kasus-kasus yang ditangani oleh lembaga kami, Pusat Krisis Wanita dan Anak-anak, serta dari perilaku sosial dan sikap moral yang berlaku sekarang.
Selain itu, penemuan Lawson juga perlu ditantang, khususnya mengenai wanita lebih awal berselingkuh. Karena nilai paternalistik masih kuat, sebaliknyalah yang terjadi, bukan hanya lebih banyak pria yang lebih dini menyeleweng, tetapi juga mengambil inisiatif. Lagi pula, wanita yang menyeleweng selalu dinilai dengan lebih tajam oleh masyarakat, sehingga mereka akan berfikir lebih panjang. Selain efek standar ganda ini, perempuan di tahun-tahun awal pernikahan seringkali terserap waktunya untuk mengurus dan merawat anak-anak sehingga peluang untuk berselingkuh juga lebih kecil. Sementara pada periode seperti itulah, lelaki lebih punya banyak kesempatan untuk menjalin hubungan dengan orang ketiga. Pasalnya, banyak istri yang baru aktif secara seksual setelah anak-anaknya melewati masa bayi.
Memiliki affair berarti berada dalam posisi untuk menemui seseorang yang menarik bagi kita. Kesempatan seperti itu sangat jarang apabila kita banyak mendekam di rumah bersama dengan bayi atau anak-anak. Wanita lebih mungkin memulai penyelewengan setelah anak-anak masuk sekolah, atau ketika kembali bekerja, atau baru memulai karir setelah lama menjadi ibu rumah tangga saja.

Apakah Penyelewengan Itu?
Penyelewengan terjadi bila dua orang terlibat hubungan seksual dan emosional dimana salah satu di antaranya sudah menikah atau menjalin hubungan dengan orang lain. Berselingkuh, dengan demikian, tidak hanya bisa dialami oleh pasangan yang sudah menikah, tetapi juga yang baru pacaran, bertunangan atau hidup bersama. Pengkhianatan ini bisa berlangsung sebentar, misalnya hubungan satu jam dengan pekerja seks komersial (PSK), tetapi juga bisa berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Begitu pula, yang disebut kontak seksual, bukan hanya persenggamaan, tetapi bisa cuma ciuman, cumbuan, petting, dengan atau tanpa orgasme.
Kadar perasaan yang terlibat dalam perselingkuhan sangat beragam. Boleh jadi pasangan yang berselingkuh sama sekali tidak pernah melakukan kontak seksual, namun baik wanita maupun prianya saling merasa tertarik secara emosional dan seksual, sehingga kemungkinan untuk melakukan kontak seksual selalu terbuka. Apabila bertemu dan berbicara, mereka sangat intim. Mereka berbagi pikiran dan perasaan yang biasanya hanya dibagi dengan pasangannya. Dan karena hubungan ini dinilai penting bagi keduanya, maka mereka melakukannya secara diam-diam, dirahasiakan dari suami/istrinya.

Kenikmatan dan Risiko
Perselingkuhan bisa sangat menggairahkan, menantang dan romantis. Anda merasa sedang berada di puncak dunia, menari di udara. Tetapi penyelewengan juga bisa menarik kita menuju jurang kesedihan. Bagaimana perasaan yang kita alami sangat bergantung pada sifat keterlibatan kita di dalam dusta ini: apakah kita yang terlibat khianat ataukah pasangan kita; apakah periode affairnya baru saja dimulai ataukah sudah larut; apakah kita masih mencintai selewengan atau ia sudah mau mencampakkan kita. Atau mungkin ia sudah lama menjanjikan akan menceraikan istrinya tetapi tak juga dilaksanakan. Apa pun posisi kita, kita terikat oleh perasaan tertentu. Yang jelas, perselingkuhan bukan hanya menyenangkan tetapi juga sekaligus kegiatan yang sangat berbahaya. Dan bagi sebagian orang, bahaya itulah yang membuat dirinya bergairah.
Penyelewengan bisa saja mengalirkan adrenalin, tapi juga dapat mengandaskan hubungan, menenggelamkan perkawinan, bahkan mendorong orang ke ujung kesedihan sehingga mencoba bunuh diri. Perselingkuhan bagaikan rulet Rusia yang membuat kita tak tahu kapan pelurunya akan menembus kepala kita.
Anda pikir bisa melakukan sebuah perselingkuhan sempurna yang tidak akan seorang pun mengetahuinya. Bisa saja Anda mengontrol perilaku sendiri, tetapi tidak ada jalan untuk memastikan perilaku pasangan Anda. Betapun hati-hatinya Anda, belum tentu rahasia akan terus tersimpan rapi. Lihat saja betapa banyak politisi tingkat tinggi yang menempuh segala risiko untuk mempercayai pasangannya ternyata harus berakhir di mulut wanita itu yang membongkar aibnya kepada umum.
Meskipun penyelewengan Anda masih belum terbongkar, atau Anda merasakannya makin memperkaya perkawinan Anda, namun orang sering menipu diri sendiri mengenai betapa kuat perselingkuhan ini mempengaruhi perkawinannya. Menipu nuraninya sendiri. Perserongan yang belum terbongkar akan mengubah tingkat keintiman. Dalam perkawinan orang pasti mengharapkan keterbukaan dan kejujuran. Karena affair bersifat rahasia, maka pihak-pihak yang terlibat pastilah berbohong dan menipu istri/suaminya. Sang pendusta ini bukanlah orang yang sama lagi. Jadi, tak peduli apakah Anda adalah orang yang terlibat penyelewengan, atau pihak yang dikhianati, atau pihak yang masih menyembunyikan rahasia, hubungan perkawinan telah berubah.
Sampai sekarang banyak lelaki beranggapan bahwa sah saja bagi mereka berlaku buruk asal tidak tertangkap basah. Tak peduli apakah Anda menyeleweng dengan hati atau cuma melampiaskan nafsu semalam, semuanya adalah perbuatan yang tidak bisa diterima oleh perempuan. Sudut pandang mayoritas lelaki ini sangat dipengaruhi oleh sikap sosial yang sudah dianut berabad-abad. Sampai sekarang orang tetap menghukum wanita yang berserong jauh lebih keras daripada kepada lelaki yang ketahuan menyeleweng.

Mengapa Berselingkuh?
Apakah tutup mata lebih baik daripada menemukan kebenaran? Apakah lebih baik mengaku atau tutup mulut? Mengapa banyak orang mempertaruhkan begitu banyak hanya untuk suatu kesenangan biologis atau emosional sesaat? Apa saja yang membuat perkawinan rentan perselingkuhan? Mengapa orang yang sudah ketahuan masih mengulang-ulang penyelewengannya? Apa dampak penyelewengan pada perkawinan, khususnya kepada anak-anak? Semua pertanyaan tersebut akan terjawab dalam bab-bab berikut ini. Juga akan dikaji mengapa pria dan wanita memiliki harapan dan prioritas yang berbeda. Daftar prioritas lelaki jika terlibat penyelewengan adalah:
- suasana baru pengalaman seks
- percaya terhadap citra kejantanan
- tak mampu menahan godaan
- kenikmatan bertualang
- beranggapan tidak akan ketahuan dan tidak berbahaya
- jatuh cinta
Sementara prioritas perempuan nyaris kebalikannya. Mereka terlibat perselingkuhan karena:
- jatuh cinta
- perkawinan tidak beres
- mencari keintiman hubungan dekat
- ingin romansa kembali ke dalam kehidupannya
- menginginkan seks yang menyenangkan
Tak diragukan lagi kalau affair memang menggiurkan tetapi juga melahirkan banyak luka dan merusak. Tetapi juga perlu diingat bahwa meskipun penyelewengan itu menyakitkan, namun perkawinan Anda masih dapat diselamatkan.

2 comments:

pangastutiblog said...

iya kbanyakan orang moralnya dah pd rusak...belum nikah aja udah bisa selingkuh apalagiklo dah nikah...uh..tidak ada yg bisa menjamin kesetiaan..langka bgt orang yg bs setia,yah..at least kan harus sadar apakah kita sdh menyakiti orang lain dgn tindakan kita?mungkin orang harus lebig banyak belajar utk ber empati...agar tidak mudah menyakiti orang lain..

miss "R" said...

Hmm...saya takut akan pernikahan.Orang tua saya bercerai karena orang ke-3.
Sebenarnya salah pemerintah menurut saya, yg mengebiri kodrat pria yg memang membutuhkan lebih dari 1 wanita(saya mengambil rata2).Saya lebih memilih di POLIGAMI daripada di selingkuhi. Sakit rasanya di bohongi lebih baik terang2an saja, sakit di awal lebih baik daripada terus2an di bohongi.Ya semoga saja saya dapat madu yg berhati bersih.