Tuesday, September 4, 2007

After The Affair

SETELAH PENYELEWENGAN, BISAKAH PERKAWINAN BERTAHAN?

Menurut banyak psikolog dan terapis keluarga yang berpengalaman menangani kasus-kasus penyelewengan, jawabannya adalah “Ya!” Asalkan masing-masing bersedia secara jujur berintrospeksi dan menilai pasangannya. Selain itu, keduanya juga musti memiliki kemampuan untuk menilai diri sendiri di dalam situasi yang penuh kegalauan tersebut; suatu kemampuan yang dapat dipelajari.
Juga perlu diingat bahwa Anda tidak sendirian di dunia ini. Bukan hanya Anda sendiri yang dikhianati pasangan. Dan bukan Anda saja yang menyeleweng. Memang statistik berbeda-beda, tetapi menurut salah satu survai, sebanyak 37 persen lelaki menyeleweng dan 20 persen dari perempuan yang sudah menikah pernah berselingkuh. Tentu tidak seorang pun yang tahu berapa jumlah yang pasti. Yang jelas, orang yang bisa berbohong kepada suami/istrinya, tentu juga bisa berbohong kepada para peneliti.

Setelah Penyelewengan, Lalu Apa?
Para peneliti dan mereka yang pernah lolos dari terkaman perceraian tentu mendorong Anda untuk mencari bantuan dan menghadapi segala persoalan yang mendorong Anda atau pasangan untuk terlibat dalam perselingkuhan.
Penyelewengan seringkali mencerminkan persoalan-persoalan yang jauh lebih dalam – pada individu maupun dalam hubungan perkawinan – yang menjadi panggung bagi penyelewengan. Psikolog Shirley Glass menyarankan orang untuk mengkaji pokok-pokok masalah berikut ini:

1. Apa yang dikatakan penyelewengan itu mengenai individu?
Kajilah semua persoalan pribadi, apakah merasa kesepian, kurang percaya diri, hiperseksualitas, krisis paruh baya yang membuat anda mempertanyakan segala hal tentang kehidupan Anda – pekerjaan, perkawinan, dan posisi Anda di dalam masyarakat. Bahkan mungkin ada riwayat keluarga melakukan penyelewengan sehingga berselingkuh merupakan “perilaku yang dipelajari” dan secara tersirat diagungkan dan didukung.
Bagi banyak orang, penyelewengan adalah peristiwa yang mampu mengubah hidupnya. Perselingkuhan kerap mendorong introspeksi diri dan bisa memicu perubahan arah kehidupan seseorang. Sebagian orang akhirnya mulai “tumbuh dewasa” setelah menyeleweng. Sebagian lainnya mengatakan kalau rasa sakit dan kehilangan yang dirasakan setelah menyeleweng memaksa mereka untuk mencari dimensi spiritual di balik hubungan mereka.
Pasangan yang dikhianati juga melakukan semacam pemeriksaan diri. Apakah selama ini sudah menduga adanya penyelewengan? Bagaimana dengan rasa percaya diri Anda? Bagaimana kebutuhan seks Anda? Bagaimana riwayat keluarga Anda? Hidup menjadi tidak sama lagi bagi Anda.

2. Dari penyelewengan bisa diketahui karakteristik hubungan Anda dan pasangan
Apa yang sedang terjadi dan yang tidak terjadi di dalam perkawinan Anda? Hubungan bersifat dinamis dan misterius sehingga batasannya juga berubah-ubah. Meskipun begitu, penyelewengan merupakan pertanda adanya sesuatu yang hilang dari perkawinan Anda. Konflik perkawinan dapat memicu salah satu atau kedua pihak untuk terlibat hubungan di luar nikah dengan orang lain.
Persoalan-persoalan di dalam perkawinan membuat Anda rentan terkena penyelewengan. Meskipun begitu persoalan-persoalan itu bukanlah satu-satunya penyebab penyelewengan. Toh banyak orang yang perkawinannya tidak bahagia malah tidak terlibat perselingkuhan.
Kebanyakan terapis mengatakan kalau perselingkuhan adalah kombinasi berbagai faktor yang akhirnya memuncak dalam bentuk menyeleweng. Meski motivasi yang mendorong mungkin berakar dalam kebutuhan-kebutuhan psikologis seseorang, namun “jatuh cinta” di luar ikatan perkawinan mencakup sejumlah hal yang tidak mudah untuk dijelaskan; kecuali kasus perkasus.

Memperbaiki Kepercayaan, Memberi Maaf
Bagi banyak pasangan yang memutuskan untuk tetap mempertahankan perkawinan setelah penyelewengan, memperbaiki kepercayaan merupakan prioritas pertama. Para terapis menunjukkan bahwa kejujuran dan komunikasi yang terbuka adalah titik untuk memulai babak baru. Itu berarti keduanya perlu kemampuan belajar hal-hal baru dan mengubah harapan-harapan mengenai perkawinan menjadi lebih realistis bagi kedua belah pihak.
Ciri pokok semua jenis penyelewengan, bagi semua pihak, adalah adanya ketidakjujuran. Karena itu, jika Anda hendak mencegah penyelewengan, sebaiknya sejak awal menikah sudah membiasakan pola perilaku yang serba jujur. Tertarik kepada orang lain, apalagi secara fisik adalah hal yang normal; hanya saja Anda musti membicarakan perasaan itu dengan pasangan. Mulailah bicara secara terbuka sejak hari pertama menikah. Dan komunikasi terbuka ini harus terus berjalan sepanjang perkawinan.
Sayangnya, setelah terjadi penyelewengan, orang menghabis-habiskan waktu dengan saling menyalahkan daripada saling memahami dan menyembuhkan. Anda menyalahkan diri sendiri. Menyalahkan hubungan. Menyalahkan suami/istri. Menyalahkan memang gampang. Sementara memahami kepelikan sifat manusia sangat sulit dan membutuhkan waktu.
Ya, waktu. Orang-orang yang telah berhasil menyelamatkan perkawinan mereka dari pukulan perselingkuhan mengakui kalau mereka butuh waktu bertahun-tahun untuk mengatasi penyelewengan.
Kita juga perlu memeriksa kembali bermacam-macam anggapan kita. Sebagian besar orang beranggapan kalau hubungan perkawinan musti bersifat monogami. Tetapi kenyataannya, anggapan kita seringkali terlalu jauh. Kita menganggap kita tahu mengapa penyelewengan sampai terjadi. Kita beranggapan kalau penyelewengan hanya terjadi pada orang-orang yang “nggak bener.” Kita beranggapan kalau pasangan kita akan selalu setia.
Tidak ada perlindungan khusus dari penyelewengan. Tidak seorang pun kebal. Anda harus memperjuangkan perkawinan Anda. Anda harus berjuang demi kejujuran. Dan itu bukan jalur yang mudah.
Yang perlu diingat pula, penyembuhan dari penyelewengan tidak harus berupa mempertahankan perkawinan. Karena persoalannya bukanlah menang atau kalah, melainkan memahami diri sendiri. Tujuannya adalah hidup yang penuh makna.
Jelas bukan hanya tugas satu orang saja untuk mencegah pasangannya menyeleweng. Kita semua adalah penjaga kehidupan kita sendiri. Nah, kalau kita ingin meneruskan perkawinan, kita musti belajar untuk memaafkan – orang lain dan diri sendiri. 

No comments: