Sunday, July 8, 2012

Jatuh Cinta itu Mudah, Menikah itu... Wah

Jatuh Cinta itu Mudah, Menikah itu... Wah


Bagi kita yang secara teratur menggunakan Internet, jaringan itu telah membukakan pintu dunia petualangan dan penemuan. Bagi sebagian lagi, Internet juga membukakan kaleng penyimpan cacing persoalan. Salah satu persoalan berat yang muncul adalah penyelewengan online. Surat di bawah ini bukan soal penyelewengan Internet, melainkan soal jatuh cinta melalui Internet. Surat ini akan menunjukkan kepada Anda betapa mudahnya hal itu terjadi.


Tanya: Saya bertemu seorang wanita di Internet dan jatuh cinta kepadanya. Kami memulai hubungan dengan anggapan bahwa kami bisa saling jatuh cinta dengan segenap jiwa. Dengan persepsi itu di kepala, kami memutuskan untuk tidak membicarakan penampilan, warna rambut, pekerjaan, dan banyak lagi rincian yang cepat menguap.
Pembicaraan kami dipusatkan pada hal-hal yang kami rasa penting... nilai-nilai dan moral. Spiritualisme adalah topik yang paling sering kami obrolkan. Kami bahkan sering berdoa bersama.

Tiga hari lalu, kami berdua membuat komitmen untuk menikah. Tidak ada tanggal yang ditentukan, semua dibiarkan terbuka. Saya merasa perkawinan itu bisa terjadi secepatnya. Ia juga merasakan dorongan untuk “bersenyawa” dengan saya. Apakah kami bodoh memilih jalan seperti ini? Apakah pendeknya waktu perkenalan adalah hal yang patut dipertimbangkan?

Proses jatuh cinta ini berlangsung selama enam minggu. Kami kemudian bertukar foto, data pekerjaan, dll. Sekitar sebulan lalu saya menghabiskan waktu seminggu bersamanya di kota tempat tinggalnya. Natal, saya kira, adalah waktu liburan yang tepat untuk bertemu pasangan sejiwa.

Apakah Internet merupakan tempat yang ganjil untuk memulai hubungan? Bagaimana pandangan Anda terhadap hubungan yang didasarkan skenario seperti ini?


Jawab: Ada banyak orang yang melakukan apa yang Anda alami. Mereka jatuh cinta karena mereka saling memenuhi kebutuhan emosionalnya melalui Internet. Mereka membutuhkan kejujuran, keterbukaan, percakapan mendalam, pujian dan kasih sayang. Ini semua adalah kebutuhan yang kuat, dan kalau kebutuhan-kebutuhan tersebut terpenuhi, orang biasanya jatuh cinta.

Tetapi ketika para pecinta (via Internet) ini mencoba hidup bersama, mereka menghadapi banyak persoalan yang tidak mereka duga. Sarana ikatan emosional dan pemenuhan kebutuhan, Internet, digantikan dengan percakapan tatap muka. Sayangnya pergantian itu tidak berjalan mulus. Mereka terkejut, ternyata mereka tidak begitu bisa memenuhi kebutuhan masing-masing ketika berbicara tatap muka. Dan ketika mereka hidup bersama dalam perkawinan, mereka menemukan banyak sekali penyesuaian yang harus dibuat dalam kehidupan sehari-hari – suatu tantangan yang jauh lebih besar daripada yang mereka bayangkan.

Romansa Internet memiliki banyak keunggulan dan kelemahan dibandingkan dengan romansa tatap muka. Romansa Internet serupa dengan romansa telepon, dimana para pecinta bisa bicara berjam-jam dengan pasangannya, saling memenuhi kebutuhan emosional yang paling penting. Perhatian yang tak terbagi adalah keuntungan utama Internet dan telepon. Sedikit sekali gangguan ketika berkomunikasi di Internet atau di telepon, dan hampir semua kebutuhan emosional bisa dipenuhi kalau perhatian kita tidak terpecah.

Berkencan juga bisa membatasi atau mengurangi gangguan, terutama kalau hanya Anda dan pasangan pergi makan malam atau berjalan-jalan. Tetapi bahkan percakapan bertemankan cahaya lilin tidaklah seefektif dalam memenuhi kebutuhan emosional dibandingkan dengan semalam di depan Internet. Ini karena potensi gangguan percakapan tatap muka tetap lebih banyak daripada perbincangan via Internet.

Selama bertahun-tahun saya mendorong pasangan untuk meluangkan waktu minimum 15 jam seminggu untuk saling memberi perhatian penuh tak terbagi. Karena untuk memenuhi kebutuhan emosional memang membutuhkan waktu, dan juga perhatian sepenuh-penuhnya. Itulah yang Anda lakukan ketika memutuskan untuk “jatuh cinta dengan segenap jiwa raga.” Saya yakin, Anda menghabiskan waktu lebih dari 15 jam seminggu sampai jatuh cinta seperti itu.

Orang yang berpacaran biasanya menghabiskan waktu sebanyak itu. Berbicara berjam-jam setiap minggu. Tak peduli apakah masih kuliah, atau sudah bekerja. Seandainya cuma bisa bertemu satu malam tiap minggu, saya yakin hubungan mereka tidak akan bertahan lama.

Saya mendorong Anda untuk meneruskan hubungan, tetapi Anda perlu menemukan cara-cara efektif untuk mengkompensasi apa yang hilang setelah tak lagi memakai Internet sebagai cara berkomunikasi. Akankah Anda mampu saling berbagi perasaan-perasaan terdalam ketika duduk berhadapan? Mungkin akan lebih sulit. Tetapi tetap bisa dilakukan, dan Anda mampu melakukannya.

Mulailah dengan mencoba menemui “pacar” Anda setiap hari, dan memberikan perhatian penuh paling tidak 15 jam seminggu. Diskusikan sambil berpandangan mata topik-topik yang biasa Anda perbincangkan ketika di Internet, karena itulah percakapan yang telah memenuhi kebutuhan emosional Anda. Kalau Anda nanti tinggal satu rumah, sebagian percakapan itu akan melalui telepon, tetapi kebanyakan berupa obrolan tatap muka, maka kembangkan kebiasaan-kebiasaan baik bercakap-cakap yang akan sangat berguna bila Anda menikah.

Ketika Anda akhirnya menikahinya, biasanya ada godaan untuk berhenti menyisihkan waktu untuk sekadar saling bicara, mengobrol dari hati ke hati. Anda akan sibuk dengan tekanan-tekanan kehidupan dan membiayai anak-anak sehingga Anda merasa tak punya kemewahan untuk mengambil 15 jam dari jadwal sibuk Anda untuk sekadar bicara berdua. Tetapi kalau Anda melupakan apa yang dulu menumbuhkan cinta Anda dan ikatan emosional di antara Anda berdua, maka anda akan benar-benar kehilangan, seperti yang dirasakan banyak orang lain. Anda akan menemukan diri Anda tak lagi saling mencintai, tak lagi punya ikatan perasaan.

Pertimbangan lainnya adalah persoalan-persoalan saling menyesuaikan diri. Tetapi ada solusi sederhana untuk masalah ini. Jangan pernah melakukan apapun tanpa kesepakatan antusias antara Anda dan pasangan. Segera setelah menikah, ikuti kesepakatan itu seakan-akan agama. Itu memungkinkan Anda membangun gaya hidup yang saling cocok, dimana segala sesuatu yang anda lakukan akan terasa nyaman bagi pasangan, dan sebaliknya.


Saran saya, jangan menikah dulu paling tidak sampai satu tahun ke depan agar Anda berdua punya kesempatan untuk saling belajar memenuhi kebutuhan pasangan tanpa melalui Internet. Anda juga perlu menyesuaikan diri pada gaya hidup baru yang musti mempertimbangkan perasaan kedua pihak secara serentak. Kalau anda berdua masih saling cinta sampai tahun depan, Anda boleh berterimakasih pada Internet yang telah mempertemukan Anda berdua. Namun keberhasilan Anda bergantung pada kemauan dan kemampuan untuk terus memenuhi kebutuhan yang selama ini terpenuhi melalui Internet. DB

Dr. Dono Baswardono, AISEC, Graph, Psych, MA, Ph.D – Marriage & Family Therapist, Graphologist, Psychoanalyst, Sexologist.
Untuk konsultasi, hubungi 087881705466 atau pin 2849C490.

No comments: